Jumat, 13 November 2009

Apa pendapat kalian tentang gambar di bawah ini?

Rabu, 04 November 2009


Menurut Pak Bambang S Tedjasukmana dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), bahwa fenomena yang akan muncul pada sekitar tahun 2011-2012 adalah badai Matahari. Prediksi ini berdasar pada pemantauan pusat pemantau cuaca antariksa di berbagai negara maju yang sudah dilakukan sejak tahun 1960-an dan Indonesia oleh LAPAN telah dilakukan sejak tahun 1975.

Badai Matahari = Flare dan CME

Masih menurut ahli lain dari LAPAN, bahwa badai Matahari akan terjadi ketika adanya flare dan Corona Mass Ejection (CME). Apa itu Flare..? Flare adalah ledakan besar di atmosfer Matahari yang dahsyatnya menyamai 66 juta kali ledakan bom atom Hiroshima. Padahal bom atom yang dijatuhkan Paul Tibbets, pilot pesawat Amerika Serikat (AS), B-29 Enola Gay, Agustus 1945, telah merenggut sekitar 80.000 jiwa manusia. Berarti kalau dikalikan 66 juta lagi, wouw…! Sedang CME adalah sejenis ledakan sangat besar yang menyebabkan lontaran partikel2 berkecepatan tinggi yakni sekitar 400 km/detik. wouw… Gangguan cuaca Matahari ini dapat mempengaruhi kondisi muatan antariksa hingga mempengaruhi magnet Bumi, selanjutnya berdampak pada sistem kelistrikan, transportasi yang mengandalkan satelit navigasi global positioning system (GPS), dan sistem komunikasi yang menggunakan satelit komunikasi dan gelombang frekuensi tinggi (HF), serta dapat membahayakan kesehatan atau kehidupan manusia, misal karena magnet Bumi terganggu, maka alat pacu jantung juga akan terganggu. HP akan error, dan sms bakal ‘kiamat’ betul Dengan skala sebenarnya, saya sketsakan kira2 Badai Matahari itu akan seperti apa. Besar matahari hanya diambil sepersecuilnya, sementara Bumi sangat penuh (meski masih sangat kecil) tampaknya. Bumi saja belum apa-apanya bila dibanding sunspot yang warna hitam2 itu.

Persiapan menuju Kiamat 2012 itu

Dikatakan para ahli bahwa dari Matahari, milyaran partikel alektron sampai ke lapisan ionosfer Bumi dalam waktu empat hari, Dampak dari serbuan dari partikel elektron ini di kutub berlangsung beberapa hari. Selama itu, bisa dilakukan langkah-langkah antisipasi untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan.


Mengantisipasi munculnya badai antariksa itu, LAPAN tengah membangun Pusat Sistem Pemantau Cuaca Antariksa Terpadu di pusat Pemanfaatan Sains Antariksa LAPAN Bandung. Objek yang dipantau antara lain lapisan Ionosfer dan geomagnetik, serta gelombang radio. Sistem ini akan beroperasi penuh pada Januari 2009 mendatang.

Langkah antisipasi LAPAN yang telah dilakukan adalah menghubungi pihak-pihak yang mungkin akan terkena dampak dari muncul badai antariksa ini, yakni Dephankam, TNI,Dephub, PLN, dan Depkominfo, serta Pemda.

Saat ini pelatihan bagi aparat pemda yang mengoperasikan radio HF telah dilakukan sejak lama, kini telah ada sekitar 500 orang yang terlatih menghadapi gangguan sinyal radio. PLN harus melakukan sosialisasi ke masyarakat akan adanya pemutusan berkala demi mengurangi dampak badai antariksa ini.

Penerbangan dan pelayaran yang mengandalkan GPS sebagai sistem navigasihendaknya menggunakan sistem manual ketika badai antariksa terjadi dalam memandu tinggal landas atau pendaratan pesawatterbang.

Perubahan densitas elektron akibat cuaca antariksa dapat mengubah kecepatan gelombangradio ketika melewati ionosfer sehingga menimbulkan delay propagasi pada sinyal GPS. Perubahan ini mengakibatkan penyimpangan pada penentuan jarak dan posisi. Selain itu, komponen mikroelektronika pada satelit navigasi dan komunikasi akan mengalami kerusakan sehingga mengalami percepatan masa pakai, sehingga bisa tidak berfungsi lagi.

Saat ini LAPAN telah mengembangkan pemodelan perencanaan penggunaan frekuensi untuk menghadapi gangguan badai matahari tinggi untuk komunikasi radio HF.

Kita berdo’a semoga kita selamat, dunia

Rabu, 18 Maret 2009

Perubahan Iklim/cuaca yang semakin ekstrim


NASA menyatakan bahwa pemanasan global berimbas pada semakin ekstrimnya perubahan cuaca dan iklim bumi. Pola curah hujan berubah-ubah tanpa dapat diprediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat, tetapi kekeringan di tempat lain. Topan dan badai tropis baru akan bermunculan dengan kecenderungan semakin lama semakin kuat.

Tanpa diperkuat oleh pernyataan NASA di atas-pun Anda sudah dapat melihat efeknya pada lingkungan di sekitar kita. Anda tentu menyadari betapa panasnya suhu disekitar Anda belakangan ini. Anda juga dapat melihat betapa tidak dapat di prediksinya kedatangan musim hujan ataupun kemarau yang mengakibatkan kerugian bagi petani karena musim tanam yang seharusnya dilakukan pada musim kemarau ternyata malah hujan. Anda juga dapat mencermati kasus-kasus badai ekstrim yang belum pernah melanda wilayah-wilayah tertentu di Indonesia. Tahun-tahun belakangan ini kita semakin sering dilanda badai-badai yang mengganggu jalannya pelayaran dan pengangkutan baik via laut maupun udara.

Bila fenomena dalam negeri masih belum cukup bagi Anda, Anda juga dapat mencermati berita-berita internasional mengenai bencana alam. Badai topan di Jepang dan Amerika Serikat terus memecahkan rekor baru dari tahun ke tahun. Anda dapat mencermati informasi-informasi ini melalui media masa maupun internet. Tidak ada satu benua pun di dunia ini yang luput dari perubahan iklim yang ekstrim ini.

Kutub utara di tahun 2012


Baru-baru ini sebuah fenomena alam kembali menunjukkan betapa seriusnya kondisi ini. Pada tanggal 6 Maret 2008, sebuah bongkahan es seluas 414 kilometer persegi (hampir 1,5 kali luas kota Surabaya) di Antartika runtuh.

Menurut peneliti, bongkahan es berbentuk lempengan yang sangat besar itu mengambang permanen di sekitar 1.609 kilometer selatan Amerika Selatan, barat daya Semenanjung Antartika. Padahal, diyakini bongkahan es itu berada di sana sejak 1.500 tahun lalu. “Ini akibat pemanasan global,” ujar ketua peneliti NSIDC Ted Scambos. Menurutnya, lempengan es yang disebut Wilkins Ice Shelf itu sangat jarang runtuh.

Sekarang, setelah adanya perpecahan itu, bongkahan es yang tersisa tinggal 1.950 kilometer persegi, ditambah 5,6 kilometer potongan es yang berdekatan dan menghubungkan dua pulau. “Sedikit lagi, bongkahan es terakhir ini bisa turut amblas. Dan, separo total area es bakal hilang dalam beberapa tahun mendatang,” ujar Scambos.

“Beberapa kejadian akhir-akhir ini merupakan titik yang memicu dalam perubahan sistem,” ujar Sarah Das, peneliti dari Institut Kelautan Wood Hole. Perubahan di Antartika sangat kompleks dan lebih terisolasi dari seluruh bagian dunia.

Antartika di Kutub Selatan adalah daratan benua dengan wilayah pegunungan dan danau berselimut es yang dikelilingi lautan. Benua ini jauh lebih dingin daripada Artik, sehingga lapisan es di sana sangat jarang meleleh, bahkan ada lapisan yang tidak pernah mencair dalam sejarah. Temperatur rata-ratanya minus 49 derajat Celsius, tapi pernah mencapai hampir minus 90 derajat celsius pada Juli 1983. Tak heran jika fenomena mencairnya es di benua yang mengandung hampir 90 persen es di seluruh dunia itu mendapat perhatian serius peneliti.

Film Comet Impact


Sebuah komet menabrak bumi dan menyebabkan tsunami yang dahsyat. Dua ilmuwan NASA berusaha menentukan asal komet tersebut dan bagaimana benda langit tersebut bisa tak terdeteksi. Yang mereka temukan ternyata lebih mengerikan dari bayangan mereka-- batu membara yang menyebabkan tsunami maut tersebut ternyata hanya bagian kecil dari komet yang lebih besar yang kini sedang menuju Bumi. Perkiraan menakutkan yang dibuat kedua ilmuwan tersebut, akankah menjadi kenyataan?

A comet crashes into Earth's atmosphere and causes a devastating tsunami. Two NASA scientists attempt to determine the comet's origin and how it managed to evade their attention. What they discover is far more sinister than either could ever have imagined - the flaming rock that caused the tsunami is merely a tiny fragment of a much larger comet that is now heading directly for the Earth. The nightmare scenario that scientists have long predicted is about to become a terrifying reality.

Directed by: Keith Boak
Cast: James Wilby, Kirsty Mitchell, Cristian Solimeno, James Cosmo, Rowena King
Duration: 98 min

Sabtu, 14 Februari 2009




CAPE CANAVERAL – NASA administrator Mike Griffin is not cooperating with President-elect Barack Obama’s transition team, is obstructing its efforts to get information and has told its leader that she is “not qualified” to judge his rocket program, the Orlando Sentinel has learned.

In a heated 40-minute conversation last week with Lori Garver, a former NASA associate administrator who heads the space transition team, a red-faced Griffin demanded to speak directly to Obama, according to witnesses.

In addition, Griffin is scripting NASA employees and civilian contractors on what they can tell the transition team and has warned aerospace executives not to criticize the agency’s moon program, sources said.

Griffin’s resistance is part of a no-holds-barred effort to preserve the Constellation program, the delayed and over-budget moon rocket that is his signature project.

Chris Shank, NASA’s Chief of Strategic Communications, denied that Griffin is trying to keep information from the team, or that he is seeking a meeting with Obama. He also insisted that Griffin never argued with Garver.

“We are working extremely well with the transition team,” he said.

However, Shank acknowledged Griffin was concerned that the six-member team – all with space policy backgrounds – lack the engineering expertise to properly assess some of the information they have been given.

Garver refused comment about her conversation with Griffin -- and his remark that she is “not qualified” -- during a book-publication party at NASA headquarters last week. Obama’s Chicago office – which has sent similar transition teams to every federal agency – also had no comment.

People close to Garver, however, say that she has confirmed “unpleasant” exchanges with Griffin and other NASA officials. “Don’t worry, they have not beaten me down yet,” she e-mailed a colleague.

And this week, Garver told a meeting of aerospace representatives in Washington that “there will be change” to NASA policy and hinted that Obama would name a new administrator soon, according to participants.

Those who spoke for this article, including a member and staff in Congress, NASA employees, aerospace executives and consultants, spoke only on condition that their names not be used.

Garver’s team is one of dozens of review panels that over the last few weeks have descended on every government agency. Armed with tough questions, they are scrutinizing programs, scouring budgets and hunting for problems that may confront a new president.

Though their job is to smooth the transition between administrations, their arrival also brings a certain level of anxiety, particularly when programs face tough questions, as at NASA.

Said John Logsdon, a George Washington University professor who co-wrote the book honored at the NASA party, "There is a natural tension built into this situation... Mike is dead-on convinced that the current approach to the program is the right one. And Lori’s job is to question that for Mr. Obama. The Obama team is not going to walk in and take Mike’s word for it.”

The Bush White House has pledged cooperation, and many agency leaders have told staff to cooperate fully. Griffin himself sent a memo urging employees “to answer questions promptly, openly and accurately.”

At the same time, he made clear he expected NASA employees to stay on message.

For example, transition-team interviews have been monitored by NASA officials “taking copious notes,” according to congressional and space-community sources. Employees who met with the team were told to tell their managers about the interview.

The tensions are due to the fact that NASA’s human space flight program is facing its biggest crossroads since the end of the Apollo era in the 1970s. The space shuttle is scheduled to be retired in 2010, and the next-generation Constellation rockets won’t fly before 2015.

Nearly four years ago, President Bush brought in Griffin to implement a plan to return astronauts to the moon by 2020 as a prelude to going to Mars. Griffin and his team selected Constellation, with its NASA-designed Ares I rocket and Orion capsule, as cheaper and safer than existing rockets. Constellation – especially Ares 1 -- is the center of what Griffin sees as his legacy to return humans to the frontiers of space.

Griffin has made no secret that he would like to stay on but only, as he recently told Kennedy Space Center workers, "under the right circumstances," including being able to finish Constellation.

But budget problems and technical issues have created growing doubts about the project. Griffin has dismissed these as normal rocket development issues, but they’ve clearly got the transition team’s attention.

When team members arrived three weeks ago, they asked the agency, among other things, to quantify how much could be saved by canceling Ares I. Though they also asked what it would take to accelerate the program, the fact that the team could even consider scrapping the program was enough to spur Griffin and his supporters into action

According to industry officials, Griffin started calling heads of companies working for NASA, demanding that they either tell the Obama team that they support Constellation or refrain from talking about alternatives.

The companies, worried that Griffin may remain and somehow punish them if they ignore his wishes, have by and large complied.

One consultant said that when Garver invited “several” mid-level aerospace executives to speak to the team, their bosses told them not to go and warned that anything said had to be cleared first with NASA because Griffin had demanded it.

Documents and e-mails obtained by the Sentinel confirm NASA’s efforts to coordinate what’s said.

A Dec. 3 e-mail to Constellation contractors from Sandy Coleman, an executive with Alliant Tech Systems, the prime contractor on the Ares I, said that Griffin wanted NASA to pre-review any materials given to the team.

“Phil [McAlister, the NASA contact for the transition team] relayed a request by Mike Griffin that if we plan to provide the Transition Team any reports or studies that were performed under NASA contracts that we provide them a copy first … ,” Coleman wrote.

The e-mail followed two teleconferences set up by Shank and another NASA official, Gale Allen. According to documents produced from the teleconferences, the point was to “to develop a strategy for promoting the continuation of Constellation in the next administration.”

Among the ideas agreed on: tell the team that an Obama White House “could take ownership of the [Constellation] program and ‘re-brand’ it as their own with minor tweaks.”

Another set of talking points, presented during a Nov. 21 teleconference, was called “Staying the Course on Constellation.” Among the points: Ares 1 had been thoroughly studied “and is sound” – and any change would make NASA look bad. “If NASA appears to be wavering by not staying the course … this would cause a loss of public and stakeholder confidence in NASA,” it said.

Shank said that the contractors – not NASA -- had requested the teleconferences. “We do not seek to intimidate at all," he said.

Tensions were on public display last week at the NASA library, as overheard by guests at a book party.

According to people who were present, Logsdon, a space historian, told a group of about 50 people he had just learned that President John F. Kennedy’s transition team had completely ignored NASA.

Griffin responded, in a loud voice, “I wish the Obama team would come and talk to me.”

Alan Ladwig, a transition team member who was at the party with Garver, shouted out: “Well, we’re here now, Mike.”

Soon after, Garver and Griffin engaged in what witnesses said was an animated conversation. Some overheard parts of it.

“Mike, I don’t understand what the problem is. We are just trying to look under the hood,” Garver said.

“If you are looking under the hood, then you are calling me a liar,” Griffin replied. “Because it means you don’t trust what I say is under the hood.

Jumat, 30 Januari 2009

Gerhana Matahari di Indonesia Tahun 2009-2010

Akhirnya, setelah sekian lama, Gerhana matahari akan segera menyapa Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, 3 gerhana matahari secara berturut-turut akan melewati Indonesia dalam rentang waktu 2009 - 2010. Sayangnya, tidak semua bagian di wilayah Indonesia dapat melihat fenomena ini. Karena, ketiga gerhana ini cuman melewati bagian barat dan/atau utara indonesia.


Tahun 2009 tercatat ada dua gerhana yang akan melewati Indonesia, yaitu pada tanggal 26 Januari dan 21-22 Juli, sementara itu, gerhana matahari akan kembali menyenggol kita pada tanggal 15 Januari 2010.

Fenomena ini sangat disayangkan untuk dilewatkan, karena gerhana matahari baru akan menyapa kita kembali pada tahun 2016.

1. Gerhana 26 Januari 2009

Yang paling spesial dari ketiganya adalah Gerhana pada tanggal 26 Januari yang jatuh pas di hari libur Imlek. Gerhana ini dapat dilihat oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia (Dari Banda Aceh sampai Ambon), beruntunglah mereka yang tinggal di daerah Lampung, Samarinda, dan Teluk betung, karena bulan menutup hampir seluruh bagian matahari. Gerhana ini terjadi pada waktu sore hari sekitaran pukul 3 - 4.

Yang perlu diperhatikan dari jenis gerhana ini adalah jenis gerhana ini adalah gerhana matahari anular (bukan total) artinya ukuran bulan tidak cukup besar untuk menutupi seluruh priringan matahari berbeda dengan gerhana matahari total dimana bulan menutupi seluruh piringan matahari. Jadi, untuk melihatnya, perlu digunakan lensa pelindung mata, serta bagi fotografer, ingat untuk melindungi lensa kameranya sebelum mengabadikan fenomena langka ini.

2. Gerhana Matahari 22 Juli 2009

Gerhana ini cuma dapat dinikmati oleh mereka-mereka yang tinggal di bagian utara Indonesia seperti: Banda Aceh, Jayapura, Manado,Medan, Padang, Palu, Pekanburu, Pontianak, Samarinda, Sorong, Ternate. Jenis Gerhana ini adalah gerhana Matahari Total, namun di Indonesia, bulan hanya akan menutup sebagian kecil dari matahari. Jika ingin melihat gerhana matahari total ini secara full, anda bisa ke Shanghai, karena disana, Bulan akan menutupi seluruh bagian matahari.

3. Gerhana Matahari 15 Januari 2010

Fenomena alam ini cuman bisa dinikmatin oleh mereka yang tinggal di bagian utara dan barat Indonesia seperti: Balikpapan, Banda Aceh, Tanjungkarang Telukbetung, Bandung, Banjarmasin, Bengkulu, Jakarta, Manado, Medan, Padang, Palembang, Palu, Pekanbaru, Pontianak, Samarinda, Semarang, Surakarta, Yogyakarta. Bagian Timur Indonesia sudah keburu malam ketika bayangan bulan melewati bagian sana.Sama halnya dengan gerhana Juli 2009, bulan cuma akan menutup sebagian matahari saja. Karena pusat jalur Gerhana Matahari ini melewati daerah India dan Cina sana, sehingga di Indonesia cuma kebagian sebagian kecil bayangan dari Bulan.

Minggu, 25 Januari 2009

Pesawat Atlantis


Pesawat Ulang-alik Atlantis (Orbiter Vehicle Designation: OV-104) merupakan salah satu armada wahana antariksa yang dimiliki oleh NASA. Atlantis merupakan pesawat ulang-alik keempat yang dibuat. Menyusul hancurnya Challenger dan Columbia, Atlantis merupakan salah satu dari tiga pesawat ulang-alik yang beroperasi sepenuhnya yang tinggal di dalam armada itu. Dua lagi adalah Discovery dan Endeavour.

Sejarah Operasi
Atlantis telah membuat penerbangannya yang pertama dalam bulan Oktober 1985, melakukan aktivitas-aktivitas militer yang sulit, satu dari lima penerbangan yang sama. Dalam tahun 1989, Atlantis telah mengatur kedudukan dua kuar planet, Magellan dan Galileo, dan dalam tahun 1991, ia telah mengatur kedudukan Observatorium Sinar Gamma Compton.

Penerbangan

Pesawat ulang-alik Atlantis sudah melaksanakan 27 penerbangan, menghabiskan 220,40-hari di angkasa, menyempurnakan 3.468 orbit, dan telah terbang 89.908.732 mil dalam jumlah, seperti pada bulan September 2006.

Senin, 19 Januari 2009

Bisa Jadi Kayak Film Armagedon



Bumi sejak zaman dahulu sering didatangi tamu dari luar angkasa. Baik yang hanya melintas, atau mendarat di permukaan Bumi. Bahkan tamu-tamu itulah yang diduga memicu munculnya kehidupan serta menciptakan ekosistem yang mampu menopang kehidupan hingga kini. Yang kita bicarakan disini bukan makhluk luar angkasa yang turun dari piring terbang atau UFO, melainkan benda langit yang bernama asteroid, meteorit arau komet. Benda-benda langit itulah yang diyakini menciptakan ekosistem di Bumi.

Ribuan meteorit menghujani bumi setiap tahunnya. Hanya saja karena ukurannya amat kecil, meteorit ini sudah hancur terbakar ketika memasuki atmosfir. Sebagian diantaranya mungkin masih tersisa dan jatuh ke Bumi berupa bola berapi. Berita terakhir yang membuat masyarakat panik adalah laporan dari perhimpunan astronomi internasional- IAU, yang mengatakan ada kemungkinan pada tahun 2028, sebuah asteroid besar akan menabrak Bumi.

Laporan IAU tsb, segera menimbulkan kepanikan penduduk di berbagai negara. Sehari kemudian para pakar dari laboratorium propulsi jet -JPL di California membantah laporan tsb. Berdasarkan analisis foto astronomi diperoleh data, bahwa asteroid besar yang diberinama XF 11 itu hanya akan melintasi Bumi pada jarak sekitar 960.000 kilometer. Sebagai perbandingan, jarak antara Bumi dengan Bulan adalah sekitar 380.000 kilometer. Tetapi para ahli astronomi menyebutkan, ancaman terkena jatuhan benda langit semacam itu amat sulit diramalkan. 1. Diakui, selama ini pengamatan dan data mengenai ancaman jatuhnya asteroid, meteorit dan komet ke Bumi, amatlah terbatas. Pada tahun 1995 AS memprakarsai program pengamatan asteroid dekat Bumi-NEAT. Sampai saat ini, program tsb sudah berhasil melacak dan mendata lebih dari 6.000 asteroid baru, 15 diantarnya digolongkan amat dekat dengan Bumi dan 4 diantaranya dikategorikan amat berbahaya.

Apa bahayanya jika sebuah asteroid atau meteorit jatuh ke Bumi ?. Film Deep Impact mungkin mampu menggambarkan betapa dahsyatnya bencana yang ditimbulkan. Atau kejadian nyata pada tanggal 30 Juni tahun 1908, ketika sebuah meteorit berdiameter hanya 60 meter, meledak di ketinggian 15 kilometer di atas hutan di kawasan Tunguska Siberia. Dalam radius 60 kilometer rumah-rumah seolah diguncang gempa hebat. Dan pada radius sekitar 20 kilometer dari pusat ledakan, hutan terbakar dan porak peranda. Atau terciptanya kawah meteorit berdiameter satu kilometer di Arizona AS, yang merupakan dampak dari jatuhnya sebuah meteorit besi berdiameter 100 meter pada 20.000 tahun lalu.

Sejauh ini para ahli juga memperkirakan, musnahnya dinosaurus 65 juta tahun lalu, adalah akibat jatuhnya sebuah asteroid berdiameter 10 kilometer ke semenanjung Yucatan di Mexiko. Dahulu dampaknya tidak mengancam manusia. Karena ketika dinosaurus musnah, manusia samasekali belum ada di Bumi. Sementara 20.000 tahun lalu Arizona adalah kawasan kosong yang tidak dihuni manusia.

Bila perhitungan para ahli meleset, dan asteroid XF 11 yang berdiameter 1,6 kilometer benar-benar jatuh ke Bumi maka bencana besar dalam sekejap akan memusnahkan ratusan juta manusia. Energi ledakan yang dilepaskannya diperhitungkan setara dengan 20 juta kali energi bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima. Impak tabrakan akan menyebabkan letusan gunung api, memicu tsunami serta membuat Bumi gelap gulita. Dalam waktu sekejap, umat manusia akan merasa kembali ke zaman batu.

Masalahnya kini adalah, bagaimana meramalkan akan jatuhnya benda langit itu ke Bumi. Mengapa tiba-tiba benda langit itu menyimpang dari jalurnya. Serta bagaimana mencegah agar bencana besar tidak menimpa umat manusia. Untuk itu berbagai program angkasa luar, kini juga dikaitkan dengan pengamatan benda langit dekat Bumi. Berbagai data mengenai perubahan perilakunya juga dicatat secara teliti. Jutaan foto dibuat untuk analisis data.

Asteroid dekat Bumi, biasanya merupakan asteroid yang terpental dan melenceng dari jalur alamiahnya. Di tata surya, sabuk asteroid terletak antara planet Mars dan Yupiter. Akan tetapi bila ada gaya lain dari alam semesta, misalnya ada komet yang melintas atau terjadi tabrakan asteroid, maka beberapa buah asteroid itu lepas dari jalurnya dan boleh jadi memasuki gaya tarik Bumi. Bila obyeknya cukup besar, benda langit ini dapat bertahan, dan kemungkinan jatuh ke Bumi. Bila obyeknya kecil, biasanya habis terbakar di luar angkasa.

Relatif kecilnya asteroid atau meteorit yang memasuki gaya tarik Bumi, menyebabkan seringkali luput dari pengamatan para ahli. Diameter sekitar satu kilometer bagi benda langit adalah relatif kecil bila dibanding dengan satelit atau planet serta bintang yang ukurannya amat besar. Diakui, para ahli astronomi seringkali hanya berhasil melihat jejaknya, bahwa sebuah meteor atau asteroid baru saja melintasi Bumi. Dengan demikian, bila benda langit ini jatuh ke Bumi, para ahli tidak berdaya mencegahnya, karena memang tidak mampu melacaknya.

Senin, 12 Januari 2009

Kata siapa astronomi itu sulit?

Banyak orang yang bertanya, saya memiliki minat di bidang astronomi, tetapi dari mana saya mau mulai? Sebetulnya, menggemari astronomi itu tidaklah sulit. Kenapa tidak sulit? Memangnya untuk menggemari astronomi membutuhkan teleskop? Atau pengetahuan yang ‘wah’? Jawabannya adalah tidak! Untuk menggemari astronomi hanya dibutuhkan beberapa hal sederhana. Yang pertama adalah: Langit malam yang cerah dan penuh gemintang. Kedua: Tentu saja mata untuk memandangi dan menikmati keindahan langit. Dan ketiga: Sedikit saja pengetahuan tentang benda apa yang ada di langit, dan kalau memang belum tahu, peta langit tentu bisa membantu.

Tentu saja, ini bukanlah teori yang sulit untuk diterapkan. Tidak percaya? Dalam suatu kesempatan, penulis sempat berjalan-jalan ke daerah yang terpencil, jauh di Pulau Biak, ujung paling timur-laut Indonesia. Karena tidak berkaitan dengan astronomi, tentulah penulis tidak membawa peta langit ataupun perangkat komputer yang bisa menampilkan peta langit malam untuk lokasi tersebut. Tetapi, syarat pertama telah terpenuhi, yaitu: langit yang cerah! Karena itu, tidak ada ruginya penulis mengamati bintang. Nah, menjelang Matahari terbenam, penulis berjalan-jalan ke pantai. Kenapa ke pantai? Ya tentu saja untuk menikmati Matahari terbenam. Kebetulan, pada saat itu Bulan sedang dalam fase baru, sehingga seandainya memungkinkan, penulis bisa mengamat kondisi yang seperti hilal. Dan demikianlah!

Langit sedang bersahabat, dan dengan berbekal kamera DSLR, maka gambar (serupa) hilal diperoleh! Tidak hanya itu, ketika malam datang, langit begitu cerah, sehingga beberapa obyek teramati secara kasatmata! Jadi dengan sedikit saja pengetahuan, sebutlah, yang mana rasi Orion? Yang mana Taurus? Lalu kalau tahu mereka ada di mana, apa yang istimewa di sana? Paling mudah dan paling menarik tentu saja Pleiades di Taurus. Bila langit sedang cerah, maka kita akan beruntung menemukannya. Sedikit saja bergeser dari situ, ke arah Orion, maka kita akan bisa menemukan nebula Orion. Semakin kita mengetahui objek-objek menarik yang ada di langit, maka semakin banyak yang kita ketahui dan kita nikmati. Oleh karena itu, jangan takut, astronomi itu sebetulnya mudah dan menyenangkan, seperti yang terlihat pada foto-foto berikut.